Kriiiiiiiiiiiiing…Suara
bersumber sangat keras dari jam kecil di sudut kamar Anggi. Waktu menunjukkan
pukul 04.00 pagi. Anggi segera beranjak dari tempatnya berbaring dan
menyandarkan lelah. Anggi harus segera memulai rutinitasnya kembali.
Beberapa
saat kemudian, Anggi segera membuat sarapan dan mulai menyiapkan seragam
sekolah kedua adiknya. Sejak hari itu, Anggi memang tak hidup bersama Ayah dan
Ibunya lagi. Ayah berkhianat pada ibu sampai akhirnya harus meninggal bersama
dalam kecelakaan itu. Ketika itu Anggi dan Riki masih kecil, sedangkan Amel
masih bayi dan belum mengerti apapun.
Waktu
menunjukkan bahwa embun semakin terbawa dalam datangnya pagi. “Riki, Amel,
ayolah, kalian harus segera bergegas sayang.”Kata Anggi sambil menepuk halus
kedua adiknya.
Sesaat
setelah mereka terbangun, tiba-tiba Amel memeluk Anggi dan berkata,”Kaka, aku
sayang deh sama kaka.” Tersentak jiwa anggi pada ucapan yang terlontar dari
mulut adik tersayangnya. “Hmm, Amel dan Riki adalah harta berharga yang kakak
miliki, kakak sayang kalian.”Saut Anggi sambil memeluk lembut kedua adiknya.
Suasana pun menjadi sangat mengharukan kala itu.
“Ayo,
kita harus segera bersiap untuk segera shalat bersama ka.”. Saut Riki. Mereka
segera bersiap. Hingga waktu telah menunjukkan pukul 05.30 pagi, tempat tinggal
mereka yang jauh dari pusat kota membuat jarak tempuh rumah sampai sekolah memakan
waktu yang cukup panjang. Begitulah perjuangan hidup yang harus mereka lalui,
mereka adalah contoh kehidupan yang tak semestinya membuat kita menjadi manusia
yang bermalas-malasan. Hari demi hari mereka lewati dengan penuh arti.
Suatu
hari Riki mendapati keadaan Anggi tak seperti biasanya. Anggi yang biasanya
baru tertidur sampai lewat tengah malam, namun hari itu sebelum makan malam Anggi
sudah tertidur lelap. Tiba-tiba, “Ka, aku ingin makan.” Bisik Amel pada Riki,
ketika Riki tengah melihat keadaan Anggi. Akhirnya mereka hanya makan berdua.
Untung saja ketika itu Amel tidak bertanya banyak pada Riki.
Waktu
telah sangat larut, namun Riki masih terjaga saat semua saudaranya telah lelap
tertidur. Riki segera melihat keadaan Anggi, namun Anggi masih saja terlihat
tidur dengan sangat lelap. Riki yang ketika itu merasa aneh segera menghampiri
Anggi dan segera mencoba membangunkannya.
“Kaka,
aku tidak bisa tidur, bolehkah kaka temani aku sejenak?” bisik Riki mencoba
membangunkan Anggi dalam lelap. Tak satu pun respon yang diberikan Anggi
padanya. Dengan kedua tangan yang bergetar, Riki mengambil kaca bening lalu
menyimpan di atas mulut Anggi. Hingga beberapa saat berlalu. Priiiiiing…kaca
berhamburan. Air mata berjatuhan deras. Kegelisahan menyelimuti jiwa lusuh
tanpa dosa. Tersadar bahwa Anggi telah tiada dalam pandangnya. Kala itu, dalam
dekapnya Anggi menggenggam satu kertas lusuh dan satu album foto kusam.
Beberapa
tahun berlalu, Riki memutuskan untuk membawa Amel tinggal bersamanya di suatu
tempat di Ibu Kota. Setelah Riki lulus SMA, dia memang berhasil mendapatkan
beasiswa unggulan berkat seluruh usahanya itu. Hingga Riki mampu bekerja di
suatu perusahaan ternama di Ibu Kota. Dan kini, Amel pun mendapat beasiswa
unggulan untuk dapat melanjutkan pendidikan di salah satu Universitas ternama
di Kota itu.
Hari
demi hari telah terlewati dengan bongkahan kisah yang kini telah hampir menjadi
suatu dinding pertahanan. Empat tahun sudah Amel lewati sebagai mahasiswi.
Malam
hari setelah lelah aktifitas temani mereka, mereka saling berdiskusi di teras
rumah hasil kerja keras Riki. “Kaka, aku dilamar Andri, Andri mengatakan padaku
bahwa dia ingin menikah denganku, dia benar-benar serius padaku.” Kata Amel
sambil berbisik lembut.
“Akhirnya,
dia benar-benar berniat padamu Mel, kaka sangat bahagia, dan tentu kaka akan
ikhlas untuk kebahagianmu Mel.” Balas Riki dengan senyum mengembang indah.
3
Tahun Amel menikah, Riki belum juga berniat mencari pendamping hidup. Sampai
suatu hari Riki menginap di rumah Amel. Besoknya ketika Riki telah pulang, Amel
merapikan kamar Riki.
Tiba-tiba
Amel sejenak terdiam kaku. Amel tak sengaja menemukan sepucuk surat yang hendak ditulis Anggi sebelum ia berhembus
untuk terakhir kalinya dan ternyata ada satu album foto keluarga yang mungkin
tertinggal oleh kakaknya itu. Itu album foto keluarga mereka ketika Amel masih
dalam kandungan ibunya. Tak sengaja membukanya, dia membaca satu lembar foto
dengan lembar belakang bertuliskan “tepat
sebelum ada perselingkuhan itu dan jauh sebelum ada kecelakaan itu”
Sambil
melihat foto itu Amel membuka sepucuk kertas lusuh yang digenggamnya lemas dan
membacanya hingga tak terasa air mata Amel lalu menetes.
Ibu,
Kami mencintaimu, Kami menyayangimu
Ayah,
Tolong
Cukup kami saja yang merasakan pilunya.
Tolong
jangan ada lagi Ayah yang menyakiti Ibu dalam kisah yang lain.